Seni mengatur stamina
Semua orang tahu bahwa untuk sehat kita perlu makanan bergizi, berolahraga, dan istirahat yang cukup. Namun, berapa banyak yang benar-benar menerapkannya?
Menurut penelitian Oregon State University, hanya 2,7 persen warga Amerika yang menyantap makanan sehat, tidak merokok, dan berolahraga secara teratur.
Kesadaran mengenai makanan sehat juga perlu dipahami secara benar. Banyak Iklan menyesatkan yang beredar di media menyelipkan kata “sehat” pada produk mereka.
Bila jeli menelaah bahan yang digunakan dalam produk susu kemasan, kita bisa melihat bahwa beberapa produk memiliki kandungan gula yang lebih dari batas yang dianjurkan dinas kesehatan, lengkap dengan tambahan pengawet, perasa dan pewarna.
Selain itu, kebanyakan makanan yang dikonsumsi oleh para pekerja yang sibuk adalah makanan siap saji berkalori tinggi, lemak jenuh, banyak gula dan garam, rendah serat, serta mengandung bahan-bahan tidak alami.
Olahraga yang diharapkan juga bukan layaknya seorang atlet, melainkan bagaimana kita melatih otot jantung dan otot–otot penopang tubuh agar tetap kuat mendukung mobilitas kita. Kita perlu memahami siklus ultradian tubuh yang berkisar antara 90 hingga 120 menit.
Pada akhir siklus, energi tubuh biasanya mulai menurun ditandai dengan menguap, sulit berkonsentrasi, sehingga butuh dipompa lagi dengan beberapa aktivitas penyegaran seperti naik turun tangga, meregangkan tubuh, atau sekadar mengobrol santai dengan teman.
Banyak kebiasaan lebih sehat bisa kita terapkan. Berjalan kaki selama 30 menit per hari, selain melatih otot, dapat memunculkan ide-ide baru karena situasi yang lebih santai memungkinkan otak kanan bekerja dan melihat dari perspektif yang lebih luas.
Setelah fisik, emosi pun penting untuk dikelola. Tenggat yang ketat dan target yang tinggi menghasilkan banyak ketegangan. Dalam ketegangan ini, tanpa disadari, kita sering mengekspresikan emosi negatif yang dapat merusak hubungan kerja. Bila belajar untuk mengenali emosi ini, kita akan lebih mudah mengendalikannya.
Salah satu tekniknya dengan melakukan “buying time”. Banyak orang merasa relaks dengan merokok, padahal rasa yang sama bisa didapatkan juga dengan berlatih bernapas secara teratur dan dalam, tanpa ancaman bahaya nikotin.