Oleh Suryo Winarno
KTT Perubahan Iklim di Glasgow, Inggris selesai dilaksanakan dengan aman dan tanpa ada korban dari peserta konferensi COP-26. Aman karena saat Konferensi Perubahan Iklim di Inggris di tengah kenaikan infeksi Covid-19 namun tidak ada konfirmasi kematian signifikan.
Kesekapatan COP-26 Glasgow memuat empat rumusan hal penting yaitu pendanaan iklim, adaptasi, kolaborasi, dan migitasi. Tulisan ini fokus pada mitigasi terkait upaya mengurangi emisi karbon sejumlah industri. Sehingga terjadi kolaborasi berbagai sektor industri untuk mengurangi emisi karbon di Indonesia.
Mitigasi
Paragraf 22 Pakta Iklim Glasgow menjelaskan upaya menahan laju kenaikan suhu Bumi tidak lebih dari 1,5 derajat Celsius dibanding pra industri butuh kurangi emisi 45 persen pada 2030 terhadap emisi tahun 2010. Selain itu, negara seluruh dunia harus mencapai kondisi bebas emisi (zero emition) pada pertengahan abad ini.
Target menurunkan emisi Indonesia tahun 2030 sebesar 29 persen dengan pendaaan sendiri (APBN) dan 41 persen melalui kerja sama lembaga dana internasional. Misalnya, Bank Dunia, ADB, lembaga dana internasional negara-negara maju seperti Amerika Serikat atau Uni Eropa.
Sementara target bebas emisi Indonesia pada 2060 atau lebih cepat. Berdasarkan target tersebut, Indonesia bebas emisi lebih lambat dibanding paragraf 22 Pakta Iklim Glasgow yang mendorong negara-negara untuk mencapai bebas karbon pada 2050.
Indonesia mempunyai target menghapus batu bara sebagai sumber energi pada 2040 dengan pendanaan internasional dan bantuan teknis mesti dilakukan negara maju.
Emisi Terkini
Bagaimana emisi Indonesia pasca ratifikasi Paris Agreement? Total emisi karbon Indonesia naik mengikuti pertumbuhan ekonomi dan laju industri tahunan kecuali 2020 sehingga ratifikasi Paris Agreement seperti sekadar tanda tangan perjanjian tanpa upaya sungguh-sungguh pihak terkait berkepentingan dengan emisi.
Selama lima tahun penurunan emisi hanya tahun 2017, sementara 2020 emisi turun karena keadaan yaitu pandemi menurunkan emisi mengingat industri berkurang aktivitasnya.
Periode 2016-2020 total emisi 560,85 juta ton CO2-eq, 575,18 juta ton CO2-eq, 614,88 juta ton CO2-eq, 660,59 juta ton CO2-eq, 589,50 juta ton CO2-eq.
Sektor energi menyumbang emisi GRK di Indonesia dengan gambaran sebagai berikut. Periode 2016-2020 emisi energi batu bara 206,33 juta ton CO2-eq, 221,09 juta ton CO2-eq, 262,22 juta ton CO2-eq, 315,4 juta ton CO2-eq, 300,52 juta ton CO2-eq, sementara emisi minyak bumi 219,14 juta ton CO2-eq, 226,62 juta ton CO2-eq, 222,6 juta ton CO2-eq, 218,69 juta ton CO2-eq, 165,61 juta ton CO2-eq.
Berdasarkan data di atas, pada 2016-2017 emisi karbon minyak bumi lebih tinggi dibanding batubara karena batubara dipakai lebih sedikit dalam industri. Namun seiring pemakaian batubara sebagai sumber energi industri lebih besar karena harga lebih murah maka terjadi peralihan emisi minyak bumi menjadi batubara sumber polusi udara di Indonesia.
Maka booming pemakaian batubara dipakai sumber energi industri hingga kini. Hal ini didukung aturan nasional dan internasional belum ketat sehingga tiap industri memakai batubara sebagai sumber energi, menghasilkan produk ekspor Indonesia yang kompetitif di pasaran internasional didapatkan cadangan devisa kuat.
Solusi Kurangi
Lantas apa solusi mengurangi emisi dalam jangka pendek? Sejumlah langkah berikut bisa mengurangi emisi industri meski nilai penurunan emisi sedikit.
Namun upaya ini bisa sebagai latihan mengurangi emisi sebelum kena pajak emisi, seperti PLTU yang dikenakan pajak emisi pada 1 April 2022. Industri non PLTU akan dikenakan pajak emisi pada 2024 sehingga industri kini punya waktu tiga tahun untuk latihan mengurangi emisi.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan upaya mengurangi emisi karbon melalui pemakaian energi baru dan terbarukan, efisiensi energi, bahan bakar minyak, pembangkit listrik energi bersih, reklamasi pasca tambang memberikan kontribusi penurunan emisi secara berturut-turut 53 persen, 20 persen, 13 persen, 9 persen, dan 4 persen.
Dengan sejumlah langkah tersebut, penurunan emisi sektor ESDM periode 2014 – 2020 sebesar 23,4 juta ton CO2-eq, 29,6 juta ton CO2-eq, 31,6 juta ton CO2-eq, 33,9 juta ton CO2-eq, 43,8 juta ton CO2-eq, 54,8 juta ton CO2-eq, 64,4 juta ton CO2-eq.
Mencermati data tersebut, Kementerian ESDM telah mengurangi emisi relatif tinggi tiap tahun, yaitu 20,9 persen, 6,3 persen, 6,8 persen, 22,6 persen, 20,1 persen, 14 persen.
Berdasarkan tren penurunan emisi sektor energi, Kementerian ESDM sudah aktif menurunkan emisi sejak 2014 (sebelum Indonesia meratifikasi Paris Agreement 2015).
Karena itu, sangat tepat kalau sektor energi urutan pertama, khususnya batubara dikurangi sebagai sumber energi mengingat berkontribusi tinggi terhadap emisi gas rumah kaca signifikan. Semoga upaya mengurangi peran batubara sebagai sumber energi berhasil mengatasi polusi udara di Indonesia.
Suryo Winarno, Praktisi Lingkungan dan Kesehatan Kerja di Industri Makanan dan Minuman.