Seorang role model pasti menentukan standar yang tinggi bagi dirinya sendiri dan membuat orang lain tergerak untuk berubah karena melihat komitmen dan disiplinnya dalam menjalani standar tersebut. Sementara itu, seorang atasan menuntut orang lain untuk memenuhi standar yang ia tetapkan bagi orang lain.
Pemimpin yang ingin menjadi role model tidak pernah berkompromi dengan standar yang sudah ia canangkan. Begitu ia goyah dan tidak konsisten, hancurlah citra dirinya sebagai panutan dan standar perilaku yang ingin ia tegakkan pun akan sulit tertanam dalam memori anak buahnya. Apalagi sampai muncul dalam bentuk perilaku nyata.
Kita menyaksikan bagaimana pemimpin saat sekarang yang tadinya terlihat memukau dengan kerja keras dan janji menjaga integritasnya, dengan mudahnya menjilat ludahnya sendiri, mengakali aturan yang ada demi kepentingannya sendiri, sehingga membuat banyak orang yang dulu menjadikannya sebagai panutan pun patah hati.
Ketiga, reproduksi. Ketika individu yang mengamati dapat menampilkan perilaku-perilaku yang ia pelajari dari para panutannya. Tugas seorang pemimpin adalah membantu individu menampilkan versi terbaik dari dirinya, segala potensi yang ia miliki.
Di situ positive encouragement dari seorang pemimpin yang menjadi panutannya sangatlah penting. Ketika individu merasa dihargai dan didukung, mereka akan lebih termotivasi dan sukses. Di sisi lain, jika seseorang merasa diabaikan atau putus asa, kecil kemungkinan mereka dapat mencapai potensi mereka.
Pemimpin yang bisa mempersuasi, kuat dalam mengeluarkan ide-idenya secara tajam, biasanya sangat dihargai publik. Namun, bila tidak memiliki kepekaan dan kerendahan hati untuk mendengarkan orang lain, ia tidak dapat membuat koneksi untuk mendorong transformasi dalam diri seseorang.
Mendengar jauh lebih sulit dari berbicara karena melalui bicara kita menyalurkan keinginan untuk menguasai, memengaruhi orang lain. Sementara dalam mendengar, kita memberikan diri, waktu, dan perhatian kepada orang lain.
Oleh karena itu, ketulusan lebih terlihat dalam kemampuan pemimpin untuk mendengar ketimbang kefasihannya menjual ide. Respek dibangun melalui telinga, bukan mulut.
Keempat, motivasi yang mendorong pengamat untuk menampilkan perilaku yang baru dipelajarinya. Motivasi dimulai dari mengamati seseorang diberi penghargaan atau hukuman atas tindakan dan perilakunya.
Ketika kita melihat bagaimana publik selalu berdecak kagum dan menunggu dengan semangat peluncuran produk baru Apple, kita mengagumi dan berusaha mempelajari cara Steve Jobs mendorong inovasi di organisasinya.