Menjadi panutan tidak berarti harus selalu tampil sempurna karena dalam proses belajar kita bisa saja memiliki lebih dari satu panutan. Kita memiliki panutan seorang entertainer yang kuat dalam membangun suasana hangat dan menyenangkan dengan siapa saja yang ditemuinya.
Kita memiliki panutan tokoh-tokoh bisnis yang berjuang dari nol, bagaimana kisah kerja keras tiada henti mereka menginspirasi kita untuk tidak takut berjuang. Kita memiliki panutan Bapak Polisi Hoegeng yang tanpa kenal takut memperjuangkan integritasnya dalam lingkungan yang sangat kotor.
Mereka bukanlah orang-orang yang sempurna. Penulis biografi Walter Isaacson mengatakan, “When it comes to Steve Jobs, there’s the ‘Good Steve’ and then, there’s the ‘Bad Steve’,” karena ia dikenal kasar terhadap banyak rekan kerjanya.
Banyak tokoh bisnis yang mungkin seperti ini, tajam dalam mengendus kesempatan dan terampil dalam berdagang hingga bisa membangun kerajaan bisnisnya. Namun, sering kali buruk dalam memperlakukan para karyawannya.
Seorang pemimpin yang ingin menanamkan legacy perlu menunjukkan komitmennya dalam menjaga konsistensi atas perilaku-perilaku yang ia inginkan tumbuh dari anak buahnya.
Organisasi yang memiliki pemimpin yang menjadi panutan yang kuat tentunya lebih mudah bergerak maju. Artinya, para pemimpinnya berhasil berfungsi sebagai pencetak biru perilaku bawahannya.
“Kita semua adalah panutan bagi seseorang di dunia ini dan kita semua dapat memberikan dampak – untuk kebaikan.” – Tony Dungy
EXPERD, HR Consultant/Konsultan SDM
Diterbitkan di Harian Kompas Karier 22 Juni 2024