Revolusi pengembangan karyawan
Pengembangan karyawan perlu sejalan dengan percepatan tuntutan pasar, baik dalam adaptabilitas, literasi teknologi, maupun manajemen manusianya. Jangan sampai manusia yang tadinya terlihat begitu hebat ketika bergabung dengan organisasi 20 tahun yang lalu, tiba-tiba sekarang terasa tertatih-tatih mengikuti perkembangan pasar.
Banyak perusahaan besar yang sudah memiliki program-program yang baku. Tentunya perlu terus dilakukan evaluasi secara berkala untuk melihat apakah program tersebut masih sesuai dengan kebutuhan pasar atau tidak. Apakah program itu mampu menjawab tuntutan globalisasi. Apakah para talenta dalam program pengembangan ini dapat beradaptasi terhadap perubahan yang demikian cepat.
Apa yang perlu diperhatikan agar pembelajaran menjadi lebih cepat dan terjadi di seluruh organisasi?
Pertama, kita perlu membudayakan kegiatan bertanya di seluruh organisasi. Empati adalah prinsip dasar dari desain yang user-centered. Selain bisnis harus memahami pelanggan, perusahaan pun perlu memahami kebutuhan pembelajaran bagi setiap individu di dalamnya. Hal ini hanya bisa ditemukan dengan cara bertanya.
Dalam kondisi serba elektronik, pertemuan one on one antara atasan dan bawahan justru menjadi sangat penting. Melalui pertemuan inilah atasan dapat membaca apa yang menjadi fokus bawahannya, apa yang sudah dan belum dilakukannya. Dalam sesi ini, atasan pun secara tidak langsung mendapat pembelajaran, umpan balik, dan berlatih mendengar aktif.
Kedua, learning experience memang harus dengan sadar diciptakan dan disadari. Semboyan “kerja, kerja, kerja” saja tidak cukup lagi. Sekarang, harus ada “belajar, belajar, belajar”, dan merupakan tugas perusahaanlah memberikan kesempatan belajar bagi setiap individu.
Setelah mengidentifikasikan keterampilan apa yang harus dipelajari para talent, kita perlu secara kreatif menciptakan ajang belajar bagi mereka dan mengevaluasinya.
Hal ini tentunya membutuhkan banyak usaha dan investasi, baik dari segi waktu maupun biaya, tetapi hasil yang didapatkan akan sepadan. Learning moments akan membuat hubungan atasan dan bawahan menjadi lebih erat.
Atasan pun diharapkan berkreasi dalam menciptakan pengalaman belajar ini dan menyesuaikannya dengan gaya para bawahan. Ada bawahan yang lebih senang belajar dari podcast untuk mempelajari suatu konsep, sementara ada juga yang perlu praktik terlebih dahulu dan berdiskusi one on one agar paham betul.
Pada zaman ini, generasi muda sudah dididik untuk mendapatkan umpan balik. Mereka terbiasa mencari respon dari luar terhadap tindakan-tindakan mereka. Budaya pemberian umpan balik ini bisa dimulai dari yang positif untuk kemudian diseimbangkan dengan yang lebih konstruktif.
Dengan tuntutan baru ini, kita sebagai pemimpin juga perlu mengingatkan semua jajaran manajemen untuk lebih mengelola waktu. Sangat besar kemungkinan bahwa pembelajaran dilakukan di sela-sela pengerjaan tugas.