Menyoal Kehadiran Ifan ‘Seventeen’ di PFN

Kita kenal Yessy Gusman dan Arswendy Nasution sebagai artis dan aktor yang berdedikasi, Iwan Piliang sebagai pemikir dan cendekiawan serta Christo Putra Aris sebagai producer, video director, video editor.

PFN adalah warisan sejarah. Melekat pada perusahaan negara ini idealisme dan peninggalan jejak anak terbaik bangsa.

Keberadaannya sudah ada sejak 1936, dengan nama Java Pacific Film yang kemudian berubah menjadi Algemeene Nederlands Indische Film (ANIF) berganti Berita Film Indonesia (BFI, sejak 1945), Perusahaan Pilem Negara (PPN, sejak 1950) dan jadi PFN sejak 1972, PPFN (Pusat Produkfi Film Negara, 1988) dan PFN (Perusahaan Film Negara, 1975) dan kembali ke PFN (Perum Film Negara, 1988) dan kini Produksi Film Negara (PFN, 2025) – namun mengemban tugas yang sama, yaitu pembuatan film cerita dan dokumenter.

PFN berdiri tak semata mata untuk membuat film – mengikuti tren pasar demi meraup untung – selain mengelola aset negara di bidang film.

Dengan bendera Java Pacific Film melahirkan film “Pareh” (1935), dengan nama ANIF (Algemeene Nederlands Indiesche Film), memproduksi “Terang Boelan” (1937), dan sebagai PPFN/PFN, sejak 1950 membuat “Antara Bumi dan Langit”, “Inspektur Rachman”, “Untuk Sang Merah-Putih” hingga “Lagu Cinta untuk Mama” (2025). Total 52 judul sejauh ini.

Beban kenangan PFN adalah pernah menjadi studio film terbesar di Asia Tenggara dengan berbagai produksi yang sukses. PFN pernah memproduksi film “Serangan Fajar” ( Arifin C Noor, 1981), “Kereta Api Terakhir” (Mochtar Soemodimedjo, 1981), Djakarta 1966 ( Arifin C. Noor, 1982) dan “Pengkhianatan G 30 S PKI” (1984) yang menjadi tontonan wajib di bioskop dan televisi.

Selain itu, film-film dokumenter seperti “Indonesia Fights for Freedom” (1951) dan “10 November” juga menjadi bagian penting dari sejarah perfilman Indonesia.

Di televisi, serial teater boneka “Si Unyil” yang tayang di TVRI sejak 1981 dan menjadi tontonan ikonik bagi anak-anak Indonesia.

Namun dalam perkembangannya kemudian PFN seperti kehilangan orientasi. Tak jelas jejak dan karyanya. Sama seperti Dirut yang baru ditunjuk.

Di Instagram, saya membaca curhat Iwan Piliang, yang baru menjadi Direktur Pengembangan, bertajuk “Menuju Reposisi PFN” ke Pusat Konten Negara (PKN) . Menurutnya, PFN seperti anak kehilangan induk, lantaran tak lagi berada di bawah Kementrian Penerangan pun tak juga diajak ke Kominfo, pun kini ke Komdigi. Kondisi ibarat layangan putus.

Cara Jual Mobil Bekas Online dengan Aman dan Proses Cepat

Saat ini, kemajuan teknologi telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Berbagai aktivitas kini dapat...

Cross Hotels & Resorts Perkuat Portfolio di Indonesia dengan kehadiran Resor-Eco Eksklusif Baru di Nusa Penida, Bali

Cross Hotels & Resorts terus memperluas kehadirannya di Indonesia dengan menandatangani Perjanjian Manajemen Hotel (HMA)...

Xiaomi Buds 5 Pro dan Xiaomi Watch S4 Hadir untuk Perkuat Ekosistem AIoT di Indonesia

Kehadiran TWS dan smartwatch flagship terbaru dari Xiaomi siap meningkatkan kualitas kehidupan pengguna dengan...

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here