Kebiasaan merokok di Indonesia kini menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius, terutama di kalangan anak dan remaja. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat prevalensi perokok anak mencapai 7,4%, setara dengan lebih dari 3 juta anak. Mereka aktif mengonsumsi rokok konvensional maupun rokok elektronik, menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan.
Faktor utama yang memicu tingginya angka ini adalah akses rokok yang masih terlalu mudah didapatkan. Penjualan rokok, baik konvensional maupun elektronik, belum sepenuhnya menerapkan verifikasi usia pembeli. Bahkan, hasil riset menunjukkan banyak titik penjualan rokok berada di sekitar sekolah atau institusi pendidikan. Selain itu, rokok dijual eceran dengan harga yang terjangkau, semakin memudahkan anak-anak untuk membelinya.
Sebagai langkah untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mengeluarkan PP No. 28 Tahun 2024 yang mengatur penjualan produk tembakau dan rokok elektronik.
Aturan ini mencakup pelarangan penjualan di sekitar sekolah dan tempat bermain, menaikkan batas usia minimum pembelian menjadi 21 tahun, melarang penjualan rokok batangan, serta melarang penjualan rokok secara online.
Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi masyarakat, khususnya kelompok rentan seperti anak-anak, dari dampak buruk konsumsi rokok. Rokok diketahui meningkatkan risiko penyakit jantung dan kardiovaskular. Nikotin dalam rokok menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah, yang berkontribusi pada kematian akibat penyakit jantung di usia muda.
Selain kebijakan pemerintah, kesadaran masyarakat juga menjadi kunci utama dalam memerangi masalah ini. Yayasan Jantung Indonesia menyatakan pentingnya peran serta masyarakat, termasuk pedagang, untuk memastikan regulasi ini dijalankan. Dengan demikian, lingkungan yang lebih sehat bisa tercipta untuk generasi mendatang.
Ketua Yayasan Jantung Indonesia, Annisa Pohan Yudhoyono, menyampaikan dukungannya terhadap regulasi ini. Menurutnya, kebijakan ini adalah langkah besar dalam melindungi generasi muda dari bahaya rokok. “Kita harus memastikan PP No. 28 Tahun 2024 benar-benar diterapkan, bukan hanya sekadar dokumen di atas kertas,” ujarnya.
Melalui kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai organisasi, diharapkan angka prevalensi merokok di Indonesia dapat berkurang secara signifikan. Langkah ini tidak hanya menyelamatkan generasi muda dari dampak buruk rokok, tetapi juga mendukung terciptanya Generasi Emas 2045 yang sehat dan bebas dari penyakit akibat kebiasaan merokok. (*)