Oleh Suryo Winarno
Era pandemi korona industri minuman merupakan industri yang imun dari kontraksi ekonomi. Kemampuan industri bertahan ditengah masyarakat terinfeksi korona menyebabkan industri minuman tumbuh positif (1,6%), sementara industri pengolahan tumbuh negatif (-2,93%) berimplikasi utilisasi industri turun jadi 45 persen, padahal sebelum pandemi utilisasi industri 80 persen.
Berdasarkan kenyataan itu utilisasi industri minuman termasuk tinggi pada masa pandemi. Utilisasi industri lain tergolong tinggi adalah industri makanan, industri bahan kimia, industri barang dari kimia, industri karet, industri barang dari karet, dan industri plastik.
Sebagai gambaran setelah pandemi utilisasi industri minuman 71 persen dan industri makanan 70 persen. Utilisasi industri lainnya seperti tekstil 69 persen, industri kulit, barang dari kulit, alas kaki 54 persen, industri kayu dan barang dari kayu 47,50 persen, industri kertas dan barang dari kertas 62 persen, logam dasar 45 persen, peralatan listrik 48 persen, industri bahan dan barang kimia 71 persen, karet, barang dari karet, dan plastik 72 persen.
Namun sebelum pandemi utilisasi industri minuman 77,83 persen, industri makanan 78,27 persen, tekstil 72,30 persen, industri kulit dan barang dari kulit, alas kaki 80,18 persen, industri kayu dan barang dari kayu 73,32 persen, industri produksi kertas dan barang dari kertas 76,02 persen, industri produksi bahan kimia dan barang dari kimia 74 persen, industri karet dan barang dari karet, plastik 76 persen, logam dasar 66,25 persen, peralatan listrik 74,9 persen.
Industri minuman dapat bertahan saat pandemi karena minuman kebutuhan dasar manusia. Selain itu, korporasi berinovasi berbagai jenis minuman dan menciptakan produk minuman kesehatan yang membuat konsumen tertarik. Efeknya industri minuman tumbuh dan berkembang tanpa mengenal krisis. Itulah dibalik imunitas pertumbuhan industri minuman.
MINUMAN FOVORIT
Konsumsi minuman orang Indonesia bervariatif. Paling tinggi konsumsi orang Indonesia terhadap minuman adalah air minum siap konsumsi dalam kemasan (AMDK).
Sebanyak 38 persen orang mengkonsumsi minuman air panas, antara lain minuman teh panas 22 persen, minuman kopi panas 15 persen, minuman es teh 12 persen, dan minuman coklat panas satu persen.
Sementara minuman siap saji seperti susu 11 persen, minuman berkarbonat 8 persen, minuman energi 7 persen, minuman sirup 7 persen, minuman olah raga 6 persen, jus buah 6 persen, sari buah 3 persen, minuman bercita rasa (flavored drink) satu persen, yogurt 0,3 persen. Analisa ini tidak memperhitungkan konsumsi volume air minum diproses oleh rumah tangga yang cukup besar (lebih dari 80 persen).
Statistik Konsumsi Pangan melaporkan minuman kemasan fovorit masyarakat adalah air teh kemasan 250 ml dikonsumsi orang per kapita per tahun 6,61 lt (2014) dan 16,14 lt (2017), sari buah kemasan 250 ml dikonsumsi 5,52 lt (2014) dan 8,76 lt (2017), minuman kesehatan atau energi volume 100 ml dikonsumsi orang per kapita per tahun 1,59 lt (2014) dan 2,58 lt (2017), konsumsi minuman ringan mengandung karbonat 0,94 lt (2014) dan 0,84 lt (2017).
Tahun 2020 minuman ringan dalam kemasan paling populer di Indonesia adalah teh dalam kemasan, disusul sari buah dalam kemasan, dan susu cair dalam kemasan.
Brand paling populer minuman ringan teh kemasan adalah Teh Pucuk Daun dengan skor 34,7 persen, disusul The Botol Sosro 17,5 persen, Teh Gelas 13 persen, dan Frestea 10,4 persen.
Pada tahun yang sama minuman sari buah dalam kemasan brand paling populer adalah Buavita dengan skor 31,6 persen, dilanjut Floridina 13,1 persen, Pulpy Orange 12,4 persen, Ale-Ale 7,7 persen, nutrisari 6,1 persen.
Sedangkan brand minuman susu cair dalam kemasan paling populer adalah Ultra Milk 31,8 persen, Frisian Flag 21,9 persen, Indomilk 14,5 persen, dan Bear Brand 14,3 persen. Jadi, kalau anda ingin bisnis minuman ringan lancar dan laris sudah ada petunjuk minuman disukai konsumen.