Dari perut dua Airbus 330-200 KLM, asal embarkasi Cape Town dan Johannesburg, yang hanya berselisih jam ketika mendarat di Schiphol, turun 600 penumpang, Jumat pagi lalu. Ada yang tua, muda, anak-anak dan bayi. Sialnya, pagi itu pula WHO mengumumkan lahirnya varian baru B-1.1.529 Omicron asal Afrika Selatan, dengan embel-embel berbahaya.
Betapa tidak, Omricon didiskripsikan sebagai varian yang telah mengalami 50 mutasi pada rantai asam nukleatnya (RNA), dan menghasilan 32 spike protein baru pada belalainya. Dia akan mudah menginfeksi orang, menabrak imunitas tubuh, baik yang terbentuk lewat jalur vaksinasi maupun imunitas alamiah. Kemungkinan dia ganas, begitu berita yang beredar.
Maka, ke-600 penumpang di Schiphol itu harus digembok di ruang kedatangan. Dipisah dari yang lain, dan menjalani pemeriksaan PCR. Sertifikat vaksinasi dan tanda bukti telah menjalani tes PCR dan hasilnya negatif di Afsel, tidak berlaku. Pokoknya harus dites dengan PCR standar rumah sakit besar. Mereka harus menunggu hasilnya selama 18 – 20 jam.
Hasilnya pun keluar: ada 61 orang yang terkonfirmasi positif Covid. Yang positif pun dikarantina di hotel dekat bandara. Yang lain diminta isolasi mandiri. Spesimen dari mereka yang positif itu diuji lagi dengan genome squencer. Hasilnya diumumkan hari minggunya, bahwa 13 dari 61 penumpang itu positif mengidap Omicron. Selesai?
Belum. Pemerintah Belanda pun mencatat, ada sekitar 5.000 orang yang terbang langsung dari Afrika Selatan ke Schiphol dalam dua pekan terakhir ini. Bila saja lima persen dari mereka itu membawa “oleh-oleh” Omricon, maka ada 250 orang di Belanda yang telah terinfeksi. Kalau benar, bahwa (reproductive rate) Omricon itu 5, wah sudah ribuan yang tertular.
Belum lagi kasus di Inggris. Penerbangan dari Cape Town dan Johannesburg ke Heathrow London cukup ramai. Ada British Airways, Swiss Air, Qatar, dll yang melayani rute gemuk itu. Ribuan orang datang dan pergi. Inggris juga punya potensi ledakan yang tidak kecil. Dari Eropa Omricon akan menyebar kemana-mana.
Tapi, tidak perlu panik.
Media di Afrika Selatan melaporkan, ribuan pasien yang terindikasi tersambar Omicron hanya mengeluhkan mual, sakit kepala, kelelahan, dan denyut nadi yang tinggi. Hampir tidak ada yang mengalami anosmia (kehilangan rasa atau penciuman) seperti yang terjadi pada Covid-19 varian Delta. Tak banyak pula ditemui kasus sesak nafas yang akut.
‘’Gejalanya amat berbeda, lebih ringan, mild, dibandingkan Covid sebelumnya,’’ kata Dr. Angelique Coetzee, seorang dokter kondang di Johannesburg (semacam Dr. Zubairi Djoerban kalau di Jakarta).
Kemenkes Afsel mengonfirmasikan, angka kematian (fatality rate) yang diakibatkannya tak cukup signifikan, termasuk di Johannesburg yang 90 persen kasus Covid-nya disumbang Omicron. Angka kematian Covid di Afsel secara nasional tetap melandai di level 20-30 orang per hari hingga akhir November ini, meski kasus hariannta melonjak dari 500 ke 4.500.
Dengan daya infeksinya yang rendah tapi patogenitasnya rendah, menurut virolog Belgia Marc van Ranst, sebagaimana dikutip banyak media di Eropa, justru Omicron dapat berguna menyingkirkan varian Delta yang sangat berbahaya. ‘’Dengan daya infeksinya yang besar, Omicron bisa menyerang banyak orang seraya menyingkirkan Delta. Hal itu sangat mungkin,’’ katanya.
Pandangan Marc van Ranst secara teori benar. Secara aktual juga terbukti, bahwa pada klaster-klaster Omicron, infeksi Delta menyusut drastis. Tapi, serem juga kalau Omicron dibiarkan bebas bersimaharaja lela. Lagi pula, informasi ilmiah Omicron masih amat sangat terbatas.
Oleh Putut Trihusodo – GATRA