Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob
Banyak pemimpin yang mendapatkan posisinya sebagai atasan berkat kemampuan teknis dan prestasinya dalam mencapai target. Namun, menjadi pemimpin tidak sekadar berhasil mencapai target individualnya, tetapi juga harus mampu menggerakkan orang lain agar dapat mencapai target kelompoknya.
Keterampilan untuk memengaruhi dan memotivasi bawahan ini belum tentu dimiliki oleh mereka semua yang berada di posisi sebagai pemimpin. Banyak yang masih memandang bawahan secara “taken for granted” bahwa mereka adalah manusia pekerja yang sudah seharusnya berproduksi. Ketika produksi tidak optimal, hal-hal mengenai mutu, motivasi, disiplin, komitmen, dan lainnya pada diri bawahan seolah-olah menjadi kambing hitamnya.
Pekerja adalah individu dengan segala kebutuhan manusiawinya. Otak individu yang bahagia akan mengeluarkan hormon dopamin yang dapat membuat mereka menjadi lebih bahagia dan bersemangat. Mereka senang ketika dikenal secara personal, apalagi oleh atasan yang merupakan significant others baginya.
Mereka ingin dikenal sebagai individu yang memiliki hati dan passion terhadap pekerjaannya, bukan sebagai orang upahan semata. Jadi, memperhatikan karyawan beserta kehidupan pribadinya merupakan kekuatan yang sangat besar untuk memotivasi mereka memberikan hatinya dalam bekerja.
CEO Best Buy Hubert Joly meminta kepada para kepala toko untuk lebih banyak mendengarkan karyawannya dan mencari tahu apakah purpose mereka dalam hidupnya untuk kemudian menghubungkan purpose individual ini dengan sasaran perusahaan. Dengan cara seperti ini, karyawan menjadi semakin bersemangat karena sadar bahwa sukses perusahaan berarti juga kesuksesan mereka dalam mencapai tujuan pribadi mereka itu.
Individu adalah makhluk sosial yang senang berkolaborasi dengan orang lain. Untuk itu, pemimpin perlu membangun kultur yang memang bisa menaungi nilai-nilai hidup yang dimiliki para bawahannya. Tanpa mendalami apa yang dianggap penting oleh para bawahan, sulit untuk membangun kultur yang tepat.
Aktifkan pendekatan reflektif
Meskipun para pemimpin sudah menyadari bahwa bawahan akan lebih engage bila dikenali dan diakui, banyak sekali tantangan untuk melakukannya. Terutama pada zaman hibida ketika tatap muka semakin jarang.
Pendekatan reflektif adalah teknik mengajukan pertanyaan kepada rekan-rekan kerja kita dan mendorong mereka untuk mendeskripsikan apa yang membuat mereka bangga dan mengapa itu penting bagi mereka.
Sebagai pemimpin, kita sering memuji dan menyatakan apresiasi ke seseorang. Namun, belum tentu hal ini menjadi sesuatu yang dianggap penting dan membanggakan. Seorang atasan memuji anak buahnya karena merasa kemampuannya dalam berkomunikasi dan melakukan presentasi sangat mumpuni. Sementara itu, si bawahan ingin dikenali atas kreativitas dan kepemimpinannya dalam membawa tim untuk berubah.