Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob
Kita hidup pada abad yang istimewa. Enam dari sepuluh orang di dunia diyakini telah mengenal dan menggunakan internet dalam kehidupan sehari-harinya. Di tengah abad yang akan datang, peranan artificial intelligence pasti semakin dominan, sehingga banyak sekali solusi dalam kehidupan yang akan dilakukan dengan bantuan mesin.
Lalu, apakah pembelajaran kita kini masih bisa kita samakan dengan pembelajaran sebagaimana yang kita lakukan di masa lalu?
Sementara teknologi terus berkembang dengan cepat, bahasa yang digunakan dalam sistem perangkat lunak kita pun sudah jauh berubah. Bisakah kita tidak peduli apakah para pelajar dan mahasiswa kita ini dapat menjadi lifelong learners dan mengembangkan potensi mereka sesuai dengan perkembangan zaman?
Kita melihat dengan jelas betapa sekarang ini kebutuhan sudah berkembang sedemikian pesatnya sehingga keterampilan-keterampilan kunci pun sudah berfokus pada berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi dan kreativitas. Tujuan utama pembelajaran sekarang adalah bahwa setiap individu dapat berubah secara cepat dan beradaptasi dengan perubahan yang kompleks.
Pembelajaran apa yang cocok pada abad ke-21
Sudah banyak teori yang menyatakan, bahwa pembelajaran yang paling efektif adalah dengan mengikuti formula 70:20:10. 70 persen on the job alias langsung praktek, 20 persen melalui diskusi dengan coach atau mentor, dan 10 persen melalui pembelajaran di kelas.
Pembelajaran pada abad ke-21 perlu mempertimbangkan unsur personal dan personalized, yang berarti selalu memikirkan sentuhan pribadi dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu. Kita tidak bisa lagi menyamaratakan orang. Ada yang cepat belajar di satu bidang, ada yang butuh waktu lebih lama tetapi bisa menguasai dengan jauh lebih mendalam. Learner’s voice and choice sekarang perlu sekali diperhitungkan.
Ron Berger seorang ahli pendidikan mengatakan, pembelajaran masa kini perlu memperhatikan banyak hal agar efisien. Perusahaan yang terlalu berfokus pada produksi dan kinerja tanpa adanya kesempatan berhenti sejenak dan berefleksi mengenai apa yang sudah dicapai dan apa yang masih harus dipelajari, akan kehilangan momentum pembelajaran di mana dampaknya akan terasa beberapa tahun kemudian.
Tiba-tiba ada hardskills maupun softskills yang tidak memadai dibandingkan dengan keterampilan perusahaan pesaingnya. Itulah sebabnya budaya yang diwarnai sense of belonging, berfokus kepada values yang dijunjung tinggi akan memudahkan orang untuk belajar.
Kita tahu, bahwa pembelajaran pasti diisi oleh kritik, bimbingan, dan umpan balik yang berkesinambungan. Kesadaran bahwa pembelajaran meningkatkan kontribusi akan merangsang individu untuk belajar, di manapun dan apapun kesibukannya.
“Lifelong learners”
Saat sekarang, dalam bekerja kita perlu berasimilasi dengan keterampilan-keterampilan baru. Terkadang, kitapun tidak bisa dengan cepat melihat hasil pembelajaran kita. Kita harus mengingatkan diri, kemapanan dalam menguasai keterampilan tertentu bisa disamakan dengan comfort zone yang akan menimbulkan masalah suatu hari nanti.
Di era baru ini adaptabilitas sangat penting sehingga kita perlu menciptakan momentum dan produktivitas belajar. Pembelajaran ini tidak terbatas pada hardskills saja, tetapi juga softskills yang tiba-tiba menjadi sesuatu yang sangat penting.
Kita sering melihat perusahaan yang merekrut karyawan dengan keahlian tertentu. Tujuannya tentu adalah agar ia dapat cepat berkontribusi pada perusahaan. Yang sering terlupakan adalah bahwa professional ini memang dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan untuk beberapa tahun, namun setelah itu bisa jadi mulai terlihat kekurangannya di sana sini. Latar belakang situasi ini sering tidak disadari baik oleh top management maupun individu itu sendiri.
Di sinilah kita melihat bila perusahaan belum mempersiapkan karyawannya untuk menjadi lifelong learner. Banyak cara belajar sambil bekerja. Kita bisa melakukan penugasan secara cross function, kita juga dapat membuat program coaching mentoring yang intensif, ataupun menantang para professional untuk membuat program belajar mereka sendiri.
Dengan perkembangan teknologi yang demikian pesat, tak ada lagi alasan bagi karyawan untuk mengatakan bahwa ia sudah tamat belajar.
Baik individu maupun perusahaan sekarang perlu memikirkan bagaimana memupuk rasa ingin tahu sebagai pembakar semangat. Pembelajaran jangan sampai dilihat sebagai pil pahit yang terpaksa harus dijalani di tengah tuntutan tugas lain yang tak kalah pentingnya.
Pembelajaran adalah obat mujarab yang bisa membuat kita sukses dalam karier jangka panjang. Oleh karenanya, rasa ingin tahu inilah yang perlu dirangsang dalam lingkungan perusahaan.
Akselerasi pembelajaran abad ke-21
Perusahaan memang perlu dengan serius membangun suasana, sikap mental, dan aktivitas pembelajaran di lembaga masing masing.
Diawali dengan memilah pekerjaan menjadi proyek-proyek kecil dan memberi kesempatan pada lebih banyak individu untuk dapat berperan sebagai pemimpin di masing-masing proyek. Fokus pada leadership sangatlah penting.
Banyak perusahaan yang tidak melahirkan pemimpin baru disebabkan karena fokus pembelajaran tidak diarahkan ke sana.
Pada masa sekarang, banyak juga proyek yang perlu melibatkan komunitas di luar perusahaan. Di sini individu bisa mendapatkan pengalaman yang berbeda sementara perusahaan mendapatkan manfaat untuk memperluas pengenalan perusahaan di masyarakat.
Kita juga perlu menciptakan lebih banyak work based learning seperti job shadows, tandem dengan yang lebih senior, internship dan berani “mengkarbit” tenaga muda yang potensial.
Learning journey perlu dipantau secara cermat, program coaching dan mentoring perlu dilakukan secara serius dan mahir. Setiap atasan perlu belajar dan mampu melakukan bimbingan yang tepat kepada bawahannya. 21st century learning is more than just resiliency.
EXPERD, HR Consultant/Konsultan SDM
Diterbitkan di Harian Kompas Karier 19 Juni 2021