Tanpa terasa tahun ajaran baru 2021-2022 sudah dekat. Para guru dan orang tua murid sangat berharap agar anak-anak mereka bisa belajar tatap muka segera dibuka. Di Jakarta, Rabu (7/4/2021) sudah dilakukan ujicoba pembelajaran tatap muka (PTM) di 85 sekolah tingkat SD-SMA/SMK. Mereka melakukan PTM selama 3-4 jam yang berlangsung -29 April 2021.
Ini merupakan tindak lanjut dari keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri. SKB yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri itu mengatur soal pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Menanggapi hal tersebut, pengamat vaksinasi dari Universitas Indonesia, Prof Tjandra Yoga Aditama memahami dengan keluarnya SKB tersebut. Menurutnya, pemerintah sudah memandang perlu pembelajaran tatap muka, namun harus dilakukan dengan protokol kesehatan yang sangat ketat, seperti menjaga jarak, menggunakan masker, dan dilengkapi fasilitas cuci tangan dengan air mengalir.
Selain itu, keluarnya SKB itu bukan berarti pada tahun ajaran nanti akan dibuka PTM juga disesuaikan kondisinya nanti. “Kan masih beberapa bulan, kalau nanti pas PTM berjalan dan kasus (COVID-19) naik bisa berubah lagi,” kata mantan Direktur Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan itu.
Tjandra meminta masyarakat jangan terlalu gembira dulu melihat laju perkembangan kasus COVID-19 belakangan ini. Sebab, sewaktu menjadi Direktur Organisasi Kesehatan Dunia Wilayah Asia Tenggara (WHO-SEARO), ia pernah merasakan perkembangan kasus COVID-19 di India – di mana ia berkantor di New Delhi, India – yang berubah-rubah secara drastis.
“India pernah mengalami kasus harian bertambah hanya 10.000 kasus. Namun beberapa hari kemudian naik 100.000 kasus. Jadi, susah diprediksi,” imbuhnya.
Menurut Dekan Fakultas Pascasarjana Universitas YARSI, Jakarta itu, para orang tua murid tak perlu kawatir meskipun anak-anak mereka belum divaksinasi. Vaksinasi COVID-19 masih dalam taraf uji klinis, sehingga belum bisa diberikan pada tahun ajaran baru nanti. Orang tua tak perlu cemas, kasus penularan COVID-19 pada anak-anak, seperti murid pendidikan anak usia dini relatif sedikit dibandingkan pada orang dewasa lansia. Kecuali itu, guru-guru mereka baru boleh mengajar apabila sudah divaksinasi.
Meski begitu orang tua diberikan wewenang untuk membolehkan anaknya ikut PTM atau tetap pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Ia berharap vaksinasi COVID-19 harus tetap berjalan, sambil pemerintah mencari solusi terhadap sejumlah negara produsen vaksin melakukan embargo atau ketidakmampuan pabrik vaksin memenuhi komitmennya.
“Pemerintah perlu melakukan negosiasi ulang dengan produsen vaksin,” ucapnya. Pemerintah juga diminta tetap memprioritaskan vaksinasi kepada lansia yang rentan terpapar COVID-19.
Selain itu meningkatkan diplomasi, baik dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), membeli langsung, atau melalui hubungan bilateral. Kemudian pemerintah perlu menjajaki pembicaraan seperti dengan produsen vaksin lain di luar dari produsen atau instansi yang telah membuat komitmen dengan pemerintah, misalnya dengan Johnson & Johnson.
Sejauh ini komitmen yang sudah didapat pemerintah, antara lain berasal dari Pfizer, AstraZeneca, Novavax, Moderna, Sinopharm, dan Sinovac.
Pentingnya menjaga kelancaran vaksinasi beralasan. Karena menurut data dari covid19.go.id, per 7 April 2021, jumlah orang yang sudah divaksinasi COVID-19 suntikan pertama adalah 8.975.366 orang, sedangkan yang sudah mendapat suntikan kedua sebanyak 4.378.351 orang. Jumlah tersebut masih jauh dari sasaran vaksinasi 181,5 juta.
Sementara itu, pengamat pendidikan Arief Rahman mengatakan bahwa sekarang sudah ada beberapa sekolah yang menyelenggarakan PTM. “(Itu) akan dikendalikan juga oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dia (Kemenkes) akan menetapkan berapa jumlah muridnya, lalu jam belajarnya sampai jam berapa. Jadi semua sudah ada panduannya. Ngga ada masalah,” katanya.
Selanjutnya pemberian lampu hijau PTM terletak pada zona daerah itu – bukan berdasarkan pada jenjang pendidikan. Artinya meski SD, kalau zonanya merah, tetap tidak diijinkan PTM.
Menurutnya, lebih baik dilakukan PTM. Sebab, menurut Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia Untuk UNESCO, ada dua alasan. Pertama, kalau siswa pergi ke sekolah, secara fisik dia akan bergerak. “Akan ketemu dengan teman-temannya dia senang,” sambungnya.
Kedua, siswa bisa bertanya langsung kalau ada masalah kepada gurunya.
PTM memang diharapkan banyak siswa, sebab pembelajaran jarak jauh selama ini menimbulkan keterlambatan pemahaman bagi siswa. Tidak semua siswa dapat menangkap penjelasan dari guru. Siswa dari SD sulit fokus dan berkonsentrasi menyimak materi pelajaran yang diberikan. Kecuali itu, banyak siswa yang menyelesaikan tugas dari guru tepat waktu.
Selain proses belajar mengajar, pemerintah juga dihadapi pada persoalan bulan puasa yang jatuh pada Selasa (13/4/2021).
Pada waktu itu, semua orang yang beragama Islam yang sehat dan mampu diwajibkan untuk berpuasa selama sebulan dari imsyak hingga magrib. Karena pada saat puasa ada pendapat bahwa salah satu yang membatalkan puasa adalah keluarnya darah dari dalam tubuh. Lagi pula puasa membuat stamina tubuh lemah dan rentan kena infeksi. Ini yang membuat sebagian dari mereka enggan berpuasa.
Mengenai hal tersebut, Prof Ari Fahrial Syam, Dekan FKUI mengatakan vaksinasi pada saat berpuasa tidak membuat tubuh rentan terkena kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). “Vaksinasi bisa dilakukan pada malam hari atau pada pagi hari,” katanya.
Ia juga menganjurkan agar vaksinator ditempatkan di tempat-tempat ibadah di mana warga masyarakat mendatangi masjid untuk berbuka puasa dan menjalani ibadah sholat Tarawih.
“Seperti yang dilakukan Palang Merah Indonesia untuk mendapatkan darah dari si pedonor,” sambung Ari.
Sedangkan soal membatalkan, Ari menjelaskan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa yang menegaskan bahwa vaksinasi di siang hari tidak membatalkan puasa.
MUI mengeluarkan fatwa Nomor 21 Tahun 2021 yang menjelaskan vaksinasi injeksi tidak membatalkan puasa. “Ini merupakan upaya mewujudkan herd immunity melalui vaksinasi COVID-19,” pungkas.