Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI bersama Makara Art Center (MAC) Universitas Indonesia (UI) dan Fakultas Islam Nusantara (FIN) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) menggelar Simposium Internasional 2021 tentang Jalur Rempah bertema “Cosmopolitanism of Islam Nusantara: Spiritual Traces and Intelectual Network on Spice Route”, 30-31 Agustus 2021.
Simposium yang dihelat secara secara online serta offline (hybrid) dilaksanakan di Makara Art Center UI, Depok, dan kegiatan online menggunakan jalur internet (Link-Zoom) dan kanal youtube MAC, TVNU, dan UNUSIA.
Menteri Dikbud Ristek Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A., menyampaikan, “Simposium ini merupakan ikhtiar melakukan penelusuran jalur rempah di Nusantara menjadi jejak peradaban Nusantara. Jalur rempah memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk pemikiran dan gaya hidup kosmopolit bangsa Nusantara. Lewat jalur Rempah inilah yang memungkinkan interaksi lintas budaya berjalan secara harmonis.”
Lebih jauh Mendikbudristek memaparkan bahwa sejak abad pertengahan Masehi jalur rempah memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk gaya hidup masyarakat Nusantara dan memungkinkan interaksi lintas budaya terjadi dengan harmonis baik perdagangan maupun hubungan antar agama. Masyarakat muslim Indonesia memiliki kepatuhan akan ajaran agama, dan keterbukaan terhadap kebudayaan lain.
Nusantara tumbuh menjadi masyarakat yang kuat bukan karena keseragaman tapi karena keberagaman. Sejak terhubung memasuki abad ke 21, globalisasi, interaksi lintas budaya menjadi tidak dapat dihindarkan. Masyarakat Indonesia yang plural sudah disatukan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.
Sementara itu, Wakil Rektor UI Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris mengatakan bahwa salah satu makna penting dari simposium internasional ini adalah menggali jejak peradaban Nusantara yang tersebar ke penjuru dunia melalui jalur rempah.
Jalur rempah merupakan bukti bagaimana bangsa nusantara memiliki kemampuan menjelajah dunia dan menjadi bagian dari masyarakat dunia. Beberapa data menunjukkan, rempah nusantara sudah dikenal dan digunakan oleh orang-orang di kawasan Afrika Timur, Timur Tengah, bahkan Eropa, jauh sebelum bangsa Barat menemukan Nusantara.
Berbicara dalam Simposium Internasional ini, Ketua PBNU, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj menyatakan bahwa Kosmopolitasnime Islam Nusantara perlu dikaji secara mendalam untuk menggali berbagai data dan informasi yang dapat dijadikan landasan konsep dalam membangun kerangka teoritik.
Hal itu karena Islam Nusantara memiliki karakter dan ekspresi yang berbeda dari Islam Timur Tengah, khususnya kawasan Arab. “Wajah Islam di Timur Tengah penuh dengan konflik, sedangkan Islam Nusantara berwajah toleran dan moderat,” demikian kyai Said menekankan.
Simpoisum membahas beberapa topik. Dr. Ahmad Suaedy, Dekan Fakultas Islam Nusantara menjelaskankan ada sembilan topik yang dibahas, antara lain yaitu: ‘Woman on the Spice Route of Nusantara’; ‘Spiritual and Intelectual Network on the Spice Route’; ‘Dialogue between Islam and Other System of Beliefs’; ‘Manuscript and Cultural Negotiations on the Spice Route’; ‘Transmission of Oral Tradition among Nusantara Society on the Spice Route’. Simposium ini melibatkan 24 narasumber nasional dan internasional diantaranya Pembicara Utama, yakni Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, Prof. Azyumardi Azra, Prof. KH Said Aqil Siradj, Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid, Prof. Michael Feener, Prof. Maksoem Machfuds, Mahmood Kooria, Ph.D, Prof. Peter Carey, Dr. Ahmad Suaedy, Van Dallen, dan lainnya, serta 11 moderator, dan 15 fasilitator.
Kepala UPT MAC UI, Dr. Ngatawi Al-Zastrow menyampaikan bahwa melalui perhelatan simposium internasional ini diharapkan dapat menghasilkan suatu rumusan bahwa sejarah bukan sekadar kronologi peristiwa saja, tapi juga gerak peradaban yang dapat dijadikan referensi penting dalam melakukan pencerahan kebangsaan dan untuk membangun pemahaman yang baik tentang peradaban Nusantara, utamanya bagi generasi penerus, di masa kini, dan mendatang. Al-Zastrow juga memaparkan bahwa kegiatan simposium juga didukung lima asosiasi profesi, yaitu yaitu Masyarakat Sejarahwan Indonesia (MSI), Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI), Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), Asosiasi Tradisi Lisan (ATL), dan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI).
Simposium tersebut mendapat antusiasme luar biasa dari hampir 1.000 peserta terdiri dari para akademisi, intelektual, budayawan, aktivis, dan masyarakat yang sudah melakukan registrasi. Sebanyak 168 abstrak yang telah dikirimkan oleh peserta. Setelah melalui seleksi dengan kriteria yang ketat dan melibatkan lima asosiasi profesi, terpilih 70 abstrak yang akan dipresentasikan pada simposium.