Sekolah Adat Arus Kualan
Di atas tanah Kalimantan Timur yang subur, masih ada harapan bagi masyarakat adat menghadapi tantangan lenyapnya hutan. Di Sekolah Adat Arus Kualan, alam adalah guru yang dihormati, dan proses belajar dipadukan dengan upaya menjaga budaya Dayak.
Saat masyarakat Dayak bergulat dengan ancaman kehilangan hutan, Arus Kualan muncul sebagai kekuatan yang memberdayakan anak-anak, seperti Selsi dan Elis untuk menjadi pewaris budaya.
Perjalanan kehidupan mereka menggambarkan dampak besar pendidikan dalam membentuk masyarakat yang inklusif dan berkelanjutan.
Selsi, 12 tahun, telah menemukan minatnya dalam mengajar seni memainkan Sampe, alat musik tradisional suku Dayak. Di luar musik, dia juga mengajarkan berbagai permainan kuno dan seni tenun tradisional yang rumit.
Dengan antusias, Selsi mengungkapkan, “Arus Kualan telah memberi saya kesempatan untuk belajar tentang budaya saya dan menginspirasi orang lain untuk merangkul tradisi kami. Saya sangat senang melihat teman-teman mempelajari dan melestarikan warisan kami.”
Sedangkan Elis, 14 tahun, yang memiliki ikatan leluhur yang kuat, memiliki hasrat besar dalam melestarikan ilmu pengobatan tradisional. Terinspirasi dari neneknya, yang juga anggota masyarakat adat Dayak, Elis dengan penuh semangat menjalani peran sebagai tabib.
Selain itu, kefasihannya dalam bahasa Inggris membentuknya menjadi duta budaya. Ia selalu menyambut tamu dari negara lain dengan hangat dan memandu mereka menyaksikan keajaiban Arus Kualan.
“Saya ingin menjembatani kesenjangan antara warisan budaya kami dan dunia. Dengan berbagi pengetahuan tentang pengobatan dan seni tradisional, kami dapat menciptakan apresiasi yang lebih dalam terhadap identitas kami,” ujar Elis.