Geger. Masih Jennifer Dunn dan foto-foto oplas … Geger lagi. Masih Rina Nose dan statement Jepang …
Isu Jeje atau Jedun (panggilan akrab Jennifer) dan Rina Nose masih jadi ‘juara’ hingga pekan ini. Kenapa bisa begitu? Karena masih ada saja orang yang ‘memperpanjang’ isu mereka.
Terakhir, muncul serial foto Jeje sebelum dan sesudah oplas (operasi plastik) wajahnya. Cukup mencengangkan memang tranformasi wajahnya. Konon, foto-foto tersebut diunggah oleh rekan-rekan Jeje sendiri yang sejak lama mengenalnya.
Sementara Rina Nose mengunggah lagi video yang menjelaskan (bukan ‘klarifikasi’ katanya – padahal apa bedanya?) soal pernyataannya yang menghebohkan. Dalam video itu, Rina menyatakan bahwa pernyataannya soal ‘orang-orang yang tak bertuhan di Jepang hidupnya bisa lebih tertib’ itu tidak utuh alias dipotong yang kemudian dijadikan bahan bully.
Setelah dengan seksama membaca dan melihat video Rina, ada benarnya juga. Tapi bukan berarti tidak beragama lebih tertib sih.
Setelah dengan seksama membaca dan melihat video Rina, ada benarnya juga. Tapi, ia tidak bermaksud menyatakan bahwa ‘kalau tidak bertuhan atau beragama itu hidup lebih tertib’. Kasihan nasibmu, Rin.
Tapi, beginilah memang hidup zaman now, para selebriti harus kudu hati-hati dalam berkata dan bersikap atau menulis sesuatu di akun-akun media sosialnya.
Kecendrungan ini memang mengerikan. Bayangkan, satu kalimat dipotong-potong dan dijadikan bahan bully. Kondisi ini semakin mengerikan ketika orang-orang – para warganet lebih percaya pada kalimat-kalimat bernada bullying ini. Atau, ini memang gerakan massif rekayasa opini?! Artinya, ratusan akun ‘dilahirkan’ memang untuk menciptakan satu opini tertentu sesuai ‘pesanan’. Ingat tim Saracen? Nah, begitulah kira-kira gerakan masif rekayasa opini itu.
Padahal, ada yang lebih mengerikan secara faktual. Apa itu? Dua nama wanita juga. Cempaka dan Dahlia. Mereka bukan selebriti. Tapi, dua nama badai tropis yang sedang berkeliaran di Indonesia yang membuat cuaca belakangan ini hujan yang ekstrim dan angin kencang. Kenapa nama wanita sih? Itu pertanyaan saya juga, sih. Kenapa tidak nama cowok? Hihihi…
Padahal, juga, ada yang lebih menyedihkan. Kepergian tokoh kuliner nasional, Bondan ‘maknyus’ Winarno beberapa hari lalu. Dialah yang telah membuat kegiatan makan-makan jadi lebih bermakna dengan muncul berbagai komunitas kuliner dan berbagai acara di televisi yang memperkaya khasanah wawasan tentang kuliner di negeri ini.
Saya membayangkan seandainya orang-orang, khususnya yang berkecimpung di media massa (baik cetak, elektronik atau pun daring – online) mau secara bijak menahan diri untuk tidak memperpanjang isu-isu selebriti – yang tidak mendidik – itu, dan lebih fokus pada hal-hal produktif, misalnya menulis berbagai tips-tips agar selamat menghadapi keganasan Cempaka dan Dahlia (kasihan, nama-nama cantik tapi mengerikan) atau artikel-artikel kenangan tentang almarhum mas Bondan selama berhari-hari. Di sisi lain, biarkan saja akun-akun palsu rekayasa opini yang mengedarkan sendiri – berharap Pemerintah bisa lebih tegas atas masalah ini.
Kenyataannya justru sebaliknya – di sini kadang saya merasa sedih … hiks. Praktisi media-media konvensional dan daring/online yang terkenal justru terbawa arus oleh nada-nada yang dimainkan oleh para ‘semacam’ tim Saracen ini. Akhirnya, nama Jeje dan Rina Nose terasa lebih ‘menggiurkan’. Akibatnya, masyarakat kita makin sulit belajar menolak hoax. Sedih bingitzzz! (Arif Eltorro)