Mengamankan Komitmen Menuju Indonesia Bebas AIDS Tahun 2030

Salah satunya adalah mobilisasi dana domestik dengan meningkatkan porsi kontribusi dana domestik bagi program penanggulangan HIV nasional. Untuk itu, diperlukan  komitmen pendanaan dari pemerintah pusat dan daerah, juga keterlibatan sektor swasta dalam mendukung program pencegahan, pengobatan, dan dukungan sosial termasuk program berbasis komunitas.

”Penting bagi kita untuk meningkatkan capaian program dan melihat beyond 2030. Berdasarkan skenario Fast Track dengan 178 Distrik Prioritas dari laporan HIV Investment Case Analysis (ICA) tahun 2024, Indonesia membutuhkan pendanaan sebesar 39.6 triliun untuk jangka waktu 8 tahun, atau 4.9 triliun per tahun. Untuk itu, diperlukan tambahan anggaran sebesar 117% dari baseline,” ujar Aditya, di Jakarta (05/12).

3. Ekspansi Alat Screening dan Adopsi Cepat ARV Generasi Baru

Teknologi kesehatan generasi baru adalah salah satu kunci demi Mengakhiri AIDS pada tahun 2030.  Hal ini mencakup tidak hanya ARV generasi baru, tetapi juga alat tes mandiri HIV (self-testing kit/HIV-ST).

Penggunaan alat tes mandiri ini direkomendasikan oleh WHO tidak hanya untuk populasi kunci, tetapi juga kelompok rentan. Indonesia harus menyediakan berbagai jenis alat tes – baik oral maupun blood-based –  secara masif demi mendorong deteksi dini kasus.

Generasi baru ARV adalah tipe long-acting, yang mana jenis ini tidak perlu diminum setiap hari, sebagaimana yang saat ini umum dikonsumsi di Indonesia. Cabotegravir misalnya, diberikan dalam bentuk injeksi setiap 2 bulan sekali. Sementara Lenacapavir diberikan secara injeksi per 6 bulan, atau 2 kali setahun.

”Akses ke ARV generasi baru adalah kunci. Jenis long-acting ini lebih fleksibel dan private, sehingga bisa membantu meningkatkan kepatuhan pengobatan dan berpotensi mengurangi stigma dan diskriminasi. Menanggapi hasil uji klinis Purpose 1, UNAIDS bahkan mengatakan bahwa Lenacapavir memiliki potensi untuk membantu mengakhiri epidemi AIDS.

Namun, yang perlu kita garis bawahi adalah hasil tersebut hanya dapat kita capai apabila ARV generasi baru ini tersedia dengan harga yang terjangkau dan dapat diakses oleh semua ODHIV yang membutuhkan, tidak terkecuali di Indonesia.

Pemerintah Indonesia harus bergerak cepat melobi perusahaan farmasi pemilik paten obat LA-ARV ini, agar Indonesia bisa turut menjadi negara produsen obat ARV jenis long-acting dan bukan hanya sebagai negara konsumen” tegas Aditya, di Jakarta (05/12).

Monopoli paten membuat harga ARV generasi baru menjadi tidak terjangkau. Contohnya, Lenacapavir dijual dengan harga $42,250 per orang per tahun (PPY), atau sekitar 640 juta rupiah. Padahal  hasil riset dari Universitas Liverpool memperkirakan bahwa Lenacapavir versi generik dapat diproduksi secara massal dengan harga $63-$93 PPY, dan bisa turun menjadi $26-$40 PPY apabila volume produksi mencapai 10 juta.

Estimasi tersebut sudah memperhitungkan margin keuntungan sebesar 30%, dan hanya 0.1% dari harga yang dijual saat ini. Perbedaan harga yang mencolok ini menegaskan bahwa harga Lenacapavir saat ini sangat tidak masuk akal, dan pentingnya mendorong produksi generik yang lebih terjangkau.

Tampil Formal dan Profesional dengan Celana Kerja Bodypack

Dalam dunia kerja yang semakin kompetitif, penampilan yang profesional tidak bisa dianggap remeh. Celana...

PT Bambang Djaja Raih Penghargaan Penyedia Barang atau Jasa Terbaik

PT Bambang Djaja, pabrik trafo terkemuka di Indonesia, baru-baru ini menerima penghargaan sebagai Penyedia...

inHARMONY Clinic Luncurkan Berbagai Layanan Kesehatan Preventif Terbaik dalam “Celebrating the Future of Wellness”

inHARMONY Clinic Luncurkan Berbagai Layanan Kesehatan Preventif Terbaik dalam "Celebrating the Future of Wellness"

- A word from our sponsor -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here