Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob
Di sekolah dasar saat ini, anak-anak diajari cara mengajukan pertanyaan. Bahkan, ada nilai dan bobot khusus untuk keterampilan melakukan inquiry yang mendorong mereka agar mencari tahu lebih dalam. Hal ini dilakukan karena kita melihat betapa pentingnya keterampilan bertanya tidak hanya di dunia pendidikan, tetapi juga di dunia kerja.
Dalam seminar yang menghadirkan pembicara, baik dari dalam maupun luar negeri, banyak yang mengeluh tentang minimnya pertanyaan yang diajukan oleh peserta seminar. Kadang ada juga individu yang mengajukan pertanyaan dengan nada memojokkan ketika ia merasa pembicara mempunyai pandangan yang salah sehingga membuat situasi memanas.
Padahal, banyak pekerjaan yang menempatkan keterampilan bertanya sebagai salah satu faktor penentu dalam profesi mereka. Dokter yang akan menegakkan anamnesa harus dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan jitu agar dapat memahami kondisi pasien dengan tepat.
Wartawan, litigator, ahli hukum tentunya harus cerdik dalam mengajukan pertanyaan hingga dapat mengidentifikasi informasi dari lawan bicaranya dan mendapatkan data yang sesungguhnya.
Dalam situasi bisnis sehari-hari pun mereka yang memiliki kejelian dalam mengajukan pertanyaan biasanya memiliki peluang lebih besar untuk memenangkan negosiasi karena ia dapat “membaca” bargaining position dari lawan bicaranya. Ini artinya keterampilan bertanya harus dikuasai dalam kehidupan profesional.
Bayangkan, betapa merugikannya bila keterampilan ini tidak dikuasai dengan baik. Berapa banyak kekeliruan dalam diagnosis dan analisis yang mungkin terjadi hanya karena individu yang bersangkutan tidak tajam dalam mengajukan pertanyaan dan terlalu dini menarik kesimpulan.
Bagi sebagian orang, bertanya adalah suatu hal yang mudah. Ada orang yang memang dilahirkan “kepo”, istilah anak sekarang untuk orang yang selalu ingin tahu. Mereka lancer mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendalam dan dengan cepat dapat melihat celah dari potongan yang tidak sesuai sehingga menggali lagi dengan pertanyaan lain. Namun, ini tidak terjadi pada semua orang.
Untungnya, keterampilan bertanya bisa dilatihkan. Dengan berlatih mengajukan pertanyaan, kita juga dapat mengasah inteligensi emosi kita untuk mengajukan pertanyaan yang lebih tajam lagi sehingga terjadi siklus pendalaman yang lebih baik.
Bertanya = melepas ego
Pada 1936 dalam buku klasik How to Win Friends and Influence People, Dale Carnegie memberi nasihat singkat: be a good listener. Apa hubungannya antara bertanya dan mendengar?
Mendengar bisa menjadi aktivitas yang sangat pasif ketika kita hanya menerima apa yang disampaikan oleh lawan bicara. Namun, bila kita benar-benar mendengar dan mengolah informasi yang disampaikan oleh lawan bicara, tentunya kita akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menggali ataupun mengklarifikasi agar kita sungguh memahami situasi dengan kacamata lawan bicara. Mereka yang tidak benar-benar mendengar biasanya akan sulit untuk mengajukan pertanyaan
Apa yang menyebabkan orang sulit mengajukan pertanyaan? Ada orang yang tidak bisa melepas sifat egosentrisnya. Mereka lebih berorientasi pada dirinya sendiri, pikirannya, kisah pengalamannya, nilai dan ide-idenya. Karena egosentrisnya, mereka tidak berusaha untuk mengajukan pertanyaan yang berfokus pada teman bicaranya.