Namun, riset baru yang diterbitkan sebuah jurnal di Consulting Psychology menggambarkan bahwa ada pemimpin yang bisa memilih gayanya ketika ia menghadapi situasi khusus, contohnya ketika menghadapi Covid-19.
Pemimpin riset tersebut, Robert Kaiser, mengatakan bahwa pemimpin yang versatile ditandai oleh campuran antara forceful, enabling, strategic, dan operational leadership yang bisa survive di situasi semacam pandemi. Seorang pemimpin yang versatile akan membantu timnya untuk beradaptasi terhadap perubahan, melanjutkan produksi, terutama dalam masa krisis.
Dalam keadaan yang berubah-ubah, diperlukan campuran dari beberapa gaya kepemimpinan. Forceful leadership, yaitu ia menggunakan power-nya untuk mengambil alih, mengambil keputusan, dan menuntut anak buahnya untuk mencapai tujuan.
Sementara itu, enabling leadership adalah bila melibatkan anak buah, ia banyak mendengar dan bahkan banyak membantu anak buah mencapai tujuannya.
Gaya strategic leadership dikeluarkan pemimpin bila sedang memikirkan jangka panjang, menumbuhkan organisasi, dan mendorong berpikir inovatif. Gaya operasional berhubungan dengan kegiatan sehari-hari, yaitu pemimpin juga tetap memonitor tugas tugas dan prosedur kerja.
Hasil risetnya pun mengatakan bahwa manajer dengan campuran empat gaya lebih efektif daripada yang misalnya hanya menggunakan dua gaya.
Bisakah menjadi lebih versatile?
Tanpa menunggu jabatan pemimpin, setiap individu bisa berupaya menjadi lebih versatile yang artinya lebih well rounded dan lebih berani keluar dari zona amannya. Ada beberapa kebiasaan yang bisa kita praktikkan agar lebih siap menghadap ke berbagai arah dan menyambut tantangan yang berbeda-beda.
Pertama, jangan selalu bertahan pada rute pergi pulang kantor yang sama.
Dunia kita berada memang diwarnai perubahan yang konstan. Mana mungkin kita hanya menggunakan satu pendekatan. Ini sama saja dengan mengenal satu satunya rute untuk menempuh jalan kita menuju tempat kerja, misalnya.
Kita perlu berkelana, mendapatkan pengalaman baru, mengunjungi orang-orang yang berbeda cara hidup dan kebiasaan sehingga semua pengalaman ini ada dalam khasanah pengalaman kita. Pengalaman inilah yang menjadi landasan kuat ketika kita akan mengubah pendekatan.
Kedua, biasakan memutakhirkan pengetahuan kita.
Dengan tidak meng-update keadaan terkini dunia, kita kehilangan akses di luar atau di atas frame of reference kita. Padahal, dalam mengambil keputusan, kita tidak bisa hanya mengandalkan apa yang diketahui dan disadari.