“Setelah mematangkan ide, ia membuat Tepung Premix Kemojo yang sangat praktis. Orang yang ingin menikmati bolu kemojo tapi tidak ingin repot membuatnya, bisa memanfaatkan tepung premix tersebut. Harganya pun tak jauh berbeda dari bolu kemojo yang sudah jadi. Wisatawan juga bisa membawanya sebagai oleh-oleh dan membuatnya sendiri di rumah,” cerita Cerli.
Maksimalkan alam, hidupkan tradisi
Satu oleh-oleh lain yang tak kalah menarik adalah anyaman pandan. Cerli bercerita, menganyam pandan merupakan salah satu tradisi para wanita Melayu. Ada beberapa jenis pandan yang kerap dianyam, termasuk pandan berduri.
Tapi, yang biasa dianyam oleh para wanita di Siak adalah pandan biasa. Hanya saja, produk yang mereka hasilkan rata-rata berupa tikar, besek, atau tas untuk membawa beras ketika ada warga yang meninggal.
“Selama ini di Siak belum ada yang mengembangkan anyaman tersebut menjadi produk lain yang lebih variatif. Mengusung merek Suwai, Wahyu Rusiana dan timnya memproduksi berbagai produk tas cantik untuk bepergian, dompet, pernak-pernik dekorasi rumah, serta peralatan rumah tangga, seperti placemat, tempat kue, dan keranjang buah,” kata Cerli, yang menyebutkan bahwa sebagian besar peminat produk ini datang dari luar Siak.
Anyaman dari pandan ini sebenarnya cukup kuat. Tapi, karena pandan merupakan produk alam, tetap ada batasan kekuatannya. Misalnya, tas bisa menampung benda seberat dua hingga tiga kilogram saja. Karena itu, untuk semakin memperpanjang usia produk dan mempercantik produk tersebut, produk anyaman pandan itu juga dicampur dengan kulit sintetis atau kulit sapi.
Ditambah lagi, perawatan juga menentukan keawetan produk. Itulah kenapa, di setiap produk Suwai terdapat kartu kecil berisi instruksi perawatan dan sedikit cerita tentang tradisi menganyam pandan.
Generasi muda aktif bergerak
SKELAS membangun kerja sama dengan Lab Inovasi Siak, yang dijalankan oleh orang muda. Kerja sama tersebut dijalin untuk meningkatkan kualitas produk.
“Sebenarnya kami berharap peserta KUBISA adalah orang muda. Kenyataannya, sebagian besar pelaku usaha di Siak adalah ibu-ibu berusia 35 tahun ke atas. Barulah belakangan banyak orang muda yang mau ikut dan memiliki usaha baru,” kata Cerli, yang sebenarnya ingin juga mengadakan kelas online, tapi terkendala literasi teknologi para pesertanya.
Kenapa SKELAS menyasar generasi muda di usia 18 – 35 tahun? “Karena, mereka akan cukup mudah menerima materi yang akan disampaikan. Itulah kenapa kemudian kami mendorong agar anak para pelaku usaha mengikuti program, lalu menerapkan pengetahuan barunya pada usaha ibunya,” kata Cerli, yang bangga karena kini ibu-ibu Siak sudah mulai piawai menghadiri pertemuan online.