Sociopreneur bukan istilah baru, bahkan kini mulai banyak generasi muda yang bercita-cita menjadi wirausahawan yang tidak melupakan aspek sosial. Mereka tidak hanya mengejar laba semata, tapi juga bisa memberikan manfaat kepada masyarakat sekitarnya.
Beberapa orang masih beranggapan bahwa sociopreneur menempatkan masyarakat miskin sebagai objek usaha. Namun, menurut Hempri Suyatna, Dosen Fisipol Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, sociopreneur tidak menempatkan mitra binaan sebagai objek, justru menempatkan mereka sebagai rekan kerja.
Para socioprenuer tidak sekadar mencari keuntungan ekonomi semata. Lebih dari itu, mereka membangun keberlangsungan bisnis sosial. Terutama sektor kebutuhan produksi sesuai kesepakatan antara socioprenuer dengan mitra binaannya.
Tidak bisa dimungkiri bahwa peningkatan jumlah sociopreneur akan membuka kesempatan kerja lebih luas sekaligus membangun iklim ketenagakerjaan yang kondusif.
Itu sebabnya, tak kurang dari mantan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri ikut mendorong generasi muda untuk menjadi sociopreneur, yang tidak cuma mengembangkan bisnis tapi juga peduli dengan aspek sosial.
“Jadi tidak hanya mengejar keuntungan bisnis, tapi juga bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat,” kata menteri periode 2014—2019 itu.
Dia mengatakan pada dasarnya sociopreneur merupakan kegiatan wirausaha yang mempunyai perhatian penuh terhadap pengembangan masyarakat di lingkungannya.
Sehingga, mampu memberdayakan masyarakat untuk menghasilkan suatu perubahan sosial yang berujung pada kesejahteraan bersama.
Menurut Hanif, yang idenya diamini oleh penerusnya Ida Fauziyah, ada beberapa hal yang harus disiapkan generasi muda untuk menjadi sociopreneur.
Pertama, motivasi kerja keras dan berbuat kebaikan, karena sudah bukan rahasia lagi, kerja keras dan kebaikan merupakan kunci bagi seseorang untuk mencapai kesuksesan.
Kedua, menjadi kreatif dan inovatif, seseorang harus belajar dan bekerja di atas standar, serta keluar dari zona nyaman.
Ketiga, responsif terhadap perubahan zaman, khususnya karena perkembangan teknologi dan informasi telah memberi dampak besar terhadap perubahan model bisnis dewasa ini.
Tidak salah, wirausahawan muda harus responsif terhadap perubahan zaman agar bisnis yang dijalankan tetap relevan.