Kita bisa berada di lingkungan yang penuh stereotip dan diskriminasi sehingga tidak mendapat kesempatan yang sama dalam suatu peluang. Namun, itu tidak membenarkan tindakan kita untuk menjadi diskriminatif juga kepada orang lain.
Tanggung jawab itu keterampilan yang bisa dipelajari
Tanggung jawab tidak terberi saat bayi lahir. Rasa tanggung jawab tumbuh secara sosial. Kita mengalami dan mendengar berbagai hal, baik dan buruk, benar dan salah, menyenangkan maupun menyakitkan dari lingkungan kita baik secara daring maupun luring.
Lalu, bagaimana kita mengembangkan tanggung jawab pribadi ini?
Langkah pertama adalah berkaca. Kita perlu jujur pada diri sendiri, mengukur kekuatan dan kelemahan kita, serta menemukan hal-hal yang selama ini tidak kita selesaikan secara tuntas. Langkah kedua adalah berlatih untuk merangkul semua tindakan dan reaksi-reaksi ke dalam tanggung jawab kita, bukan orang lain.
Dalam permasalahan yang kita hadapi, kita perlu bertanya apa peran kita di situ, apa yang seharusnya kita lakukan tetapi tidak kita lakukan, apa yang seharusnya tidak kita lakukan tetapi justru kita tergoda untuk melakukannya.
Tidak ada orang yang memiliki bobot besar dalam tanggung jawab yang tidak bersikap keras terhadap diri sendiri dan mendera dirinya kuat-kuat. Bila berbuat salah, ambil tanggung jawabnya dan berjanjilah pada diri sendiri untuk memperbaikinya. Kita tidak bisa mengeluh walaupun keadaan memang tidak menguntungkan. Mengeluh tidak membawa perbaikan apapun.
Kebiasaan menunda adalah gambaran pribadi yang kurang bertanggung jawab atas komitmen pribadinya. Mengubah kebiasaan untuk tepat waktu dan menuntaskan pekerjaan adalah latihan yang paling mudah untuk mengokohkan tanggung jawab pribadi kita. Tinggal kita perlu mempertanyakan kepada diri kita sendiri: berani susahkah kita? Developing personal responsibility requires courages.
EXPERD, HR Consultant/Konsultan SDM
Diterbitkan di Harian Kompas Karier 5 Maret 2022