Ketiga, perkembangan yang cepat sering menimbulkan keraguan yang membawa pada kegalauan. Di sinilah dituntut kemampuan para pemimpin untuk menghadapi reaksi-reaksi emosional yang muncul. Penyadaran mengenai kematangan emosional dalam memahami dan mengelola emosi secara personal dan profesional perlu dibudayakan.
Keempat, manajemen perlu melakukan productive inclusion, yang artinya pelibatan beberapa individu ketika mengambil keputusan terhadap langkah tertentu. Tidak ada seorang pun yang menyukai kejutan, khususnya di dunia kerja. Keputusan yang tiba-tiba, apalagi berdampak secara emosional kepada karyawan tentunya akan menimbulkan penolakan.
Kelima, sepintar-pintarnya karyawan, tidak seluruhnya memiliki cognitive readiness untuk menerima perubahan. Dibutuhkan persiapan mental yang menyangkut pengetahuan, kapasitas, motivasi, pengalaman dan karakter personal agar dapat beradaptasi dengan baik pada perubahan.
Semua tantangan, kesukaran, dan ketidakjelasan bukanlah proses linear yang mudah digambarkan. Untuk itu, individu-individu dalam organisasi perlu dengan kepala dingin menyiapkan diri agar dapat menghadapi segala tantangan dan menguasainya.
Pada akhirnya, manusia memang adalah pihak dengan algoritma terkompleks. Mereka adalah komputer dengan mood yang berubah-ubah, ego yang harus dipuaskan dengan pengakuan secara berkesinambungan. Manusia normal juga sebenarnya menghindari proses yang rumit dalam menjalankan hidupnya.
Samakan aspirasi
Inisiatif rancangan program transformasi biasanya disusun oleh sekelompok orang, tetapi implementasinya haruslah melibatkan lebih banyak pihak untuk mendorong sense of belonging mereka agar tidak menjadi sekadar penonton di pinggir lapangan.
Para ahli menyebutkan perlunya membangun situational humility suatu sikap siap menolong dan menopang rekan kerja yang mengalami kesulitan untuk berubah.
Kita juga perlu tajam memilih tingkah laku apa yang sedikit tetapi berdampak besar. Kita perlu berfokus pada tingkah laku yang penting ini, sambil memikirkan desentralisasi pengambilan keputusan sehingga transformasi dapat berjalan dengan berkesinambungan tanpa perlu melalui jalur birokrasi berbelit sepanjang prinsip perubahan sudah digariskan dengan jelas.
Artinya, kesuksesan transformasi organisasi terjadi bila tidak ada kesenjangan antara pihak yang merancang dengan pihak yang akan melakukan implementasi transformasi. Sangat penting juga ada proses katalisasi agar terjadi kesinambungan antara strategi dan penerapannya.
Jelas di sini tidak sekadar leadership yang penting, tetapi juga followership. Demikian pula, tidak hanya strategi yang perlu dilakukan, tetapi juga pendekatan kolaboratiflah yang membuat transformasi berhasil.