Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob
Seorang kepala divisi yang sangat berprestasi mengeluhkan kesulitannya dalam bekerja sama dengan divisi lain. Padahal, setiap individu dalam organisasi sadar bahwa mereka harus bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi.
Banyak yang bisa menjadi alasan timbulnya keengganan untuk bekerja sama dengan yang lain. Mulai dari perbedaan kepentingan, tujuan, prioritas, sampai pada ganjalan akibat konflik pada masa lalu. Namun, kalau ditelaah lebih lanjut, banyak ketegangan yang terjadi sebenarnya berasal dari cara berkomunikasi pihak-pihak yang terlibat.
Kegagalan berkomunikasi yang terdengar sederhana ini tidak bisa dianggap sepele karena dalam jangka panjang dapat menimbulkan kelelahan emosional. Pengambilan keputusan pun sering tertunda yang dampaknya dapat membuat kinerja organisasi pun terganggu.
Setiap individu tentunya memiliki point of view. Sayangnya, tidak semua orang mampu menyampaikan dengan baik point of view-nya sehingga pihak lain pun dapat memahami dengan baik urgensi dari point of view itu.
Mereka yang memiliki kemampuan komunikasi terbatas sulit menggambarkan sudut pandangnya dengan baik. Penerima pesan yang juga memiliki point of view-nya sendiri pun bisa jadi sudah memiliki “tembok-tembok” yang tidak mudah ditembus.
Bagaimana orang-orang yang berbeda ini dapat berkolaborasi ketika kelancaran komunikasi dan pertukaran informasi menjadi kunci dalam kesuksesan kolaborasi?
Dilema kolaborasi
Banyak yang merasakan bahwa masyarakat kita semakin lama terasa semakin individualis dan detached dengan sesamanya. Kodrat manusia sebagai makhluk sosial sebenarnya memiliki kebutuhan dasar untuk mengadakan bonding interpersonal dengan hidup bersama orang lain.
Ketika terjadi lockdown yang mengharuskan manusia untuk menjaga jarak satu sama lain demi alasan kesehatan, beragam aplikasi dan perangkat elektronik baru diciptakan untuk membuat kebersamaan tetap dapat terjalin meskipun tidak hadir secara fisik.
Organisasi pun menuntut individu untuk dapat berkolaborasi. Teamwork menjadi salah satu kompetensi penting yang selalu dinilai ketika merekrut para fresh graduate.
Meski demikian, meskipun dituntut untuk bekerja bersama dalam kelompok, organisasi justru lebih banyak memberikan reward secara individual. Di sinilah konflik tidak jarang terjadi. Untuk dapat melakukan kolaborasi bersama, memang dibutuhkan keterampilan tertentu yang perlu diasah dan dipraktikkan.