Pelajaran ketiga yang dipaparkan buku tadi adalah bagaimana kita melepaskan paham-paham yang selama ini diyakini, padahal belum tentu cocok dengan situasi diri kita. Masyarakat selalu mengajarkan kita untuk berani maju terus, pantang menyerah.
Sementara dalam banyak situasi, berhenti bisa jadi pilihan terbaik yang kita miliki alih-alih terjerumus lebih dalam dan semakin banyak kerugian yang harus kita tanggung. Kita harus dapat melihat dengan bijak mana yang patut diperjuangkan, mana yang harus rela kita lepaskan. Hubungan yang buruk, bisnis yang tidak memiliki prospek adalah contoh hal-hal yang selayaknya kita lepaskan untuk membuat hidup lebih bahagia.
Berpikir dengan cara berbeda
Langkah pertama yang terpenting adalah mengakui apa yang kita tidak tahu. Kebanyakan dari kita takut kelihatan bodoh sehingga lupa bagaimana mengekspresikan ungkapan, “Saya tidak tahu.” Padahal, ini adalah dasar untuk belajar dan menemukan solusi baru. “It is also both very arrogant and ignorant to think that we know everything about anything.”
Istilah “ultracrepidarianisme” merujuk pada kebiasaan memberikan pendapat dan saran tentang hal-hal di luar pengetahuan atau kemampuan kita. Setiap kali melakukan ini, kita sebenarnya sedang melindungi reputasi sendiri daripada berkontribusi untuk kebaikan bersama.
Untuk mengubah kebiasaan berpikir, kita perlu berlatih mengubah formula pertanyaan yang biasa diajukan. Albert Einstein mengatakan, “If i had an hour to solve a problem and my life depended on the solution, i would spend the first 55 minutes determining the proper question to ask, for once i know the proper question, i could solve the problem in less than five minutes.”
Pertanyaan yang berbeda bisa membuka perspektif baru yang belum pernah dipikirkan sebelumnya. Daripada bertanya mengapa penjualan menurun, lebih baik menanyakan apa yang sebenarnya diinginkan pelanggan dan tidak kita berikan?
Alih-alih mengajukan pertanyaan besar yang membawa pada jawaban yang terlalu kompleks, kita juga bisa memecah pertanyaan tersebut ke dalam pertanyaan-pertanyaan kecil yang menuntun pada jawaban yang tepat.
Musuh yang sering tidak disadari dalam berpikir adalah prasangka. Prasangka membuat kita mengesampingkan sejumlah besar kemungkinan solusi hanya karena hal tersebut tampaknya tidak mungkin. Kita harus waspada terhadap jawaban yang terlalu jelas maupun dogma-dogma yang cenderung melekat.
Kita perlu membangun rasa ingin tahu seperti anak kecil, tanpa dibebani dengan apa yang kita rasa sudah kita ketahui. Ingatlah bahwa seorang anak kecil yang akhirnya menunjukkan baju baru kaisar sebenarnya bukan pakaian sama sekali. Seperti kata Daniel Kahnemann, “We can be blind to the obvious, and we are also blind to our blindness.”
Banyak orang melihat dunia dari sisi sukses dan gagal. Padahal, melalui kegagalan, kita justru mendapatkan aneka pelajaran yang mungkin tidak terbayangkan oleh kita sebelumnya. “I have not failed. I’ve just found ten thousand ways that won’t work,” kata Thomas A Edison.