Rasa ini berbeda dengan sense of contribution, yaitu perusahaan juga menuntut kesungguhan individu untuk berkontribusi. Banyak individu yang berpikir, saya sudah bekerja mati-matian, tetapi, kok, merasa tidak berkembang.
Seorang eksekutif mengatakan, “Careers are employee owned, manager supported, company enabled. But it all starts with employee self-advocacy. People must shift when the business shifts.”
Rasa inilah yang perlu dikembangkan bersama, baik oleh individu maupun atasan, ditunjang oleh perusahaan. Untuk itu, para manajer perlu meningkatkan intensitas hubungan “one on one” dengan bawahannya sehingga bisa meyakini bahwa bawahan memang ingin dan tahu bagaimana mengembangkan dirinya.
Kedua, perusahaan perlu menunjukkan pada para karyawan, bahwa manajemen peduli pada perkembangan individual. Perlu ada komunikasi intensif antara karyawan dengan para atasannya mengenai perkembangan keterampilan ini.
Kegiatan upskilling ini harus menjadi topik yang populer dan dibicarakan antara atasan dan bawahan. Bukan merupakan penilaian yang mencemaskan bawahan. Justru diharapkan dari hasil belajar ini ada ide-ide yang dapat menjadi masukan bagi pengembangan bisnis.

Ketiga, kita perlu memiliki peta pengembangan yang jelas. Untuk menghindar persepsi karyawan bahwa pengembangan keterampilannya bagaikan jalan yang tidak berujung, kita perlu menciptakan roadmap dari keterampilan-keterampilan yang sedang ditingkatkan.
Individu tentu akan semakin termotivasi ketika ia menyadari bahwa ia semakin jago di suatu bidang, dapat melihat proses kemajuan dirinya sendiri, sehingga dapat mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ia sudah berkembang.
Pascapandemi, kesempatan bangun profesional yang lebih terampil
Kita sudah mendengar berulang kali bahwa masa pandemi ini mempercepat perubahan, disrupsi, dan inovasi teknologi yang dahsyat. Perubahan ini memang membuat banyak perusahaan tergagap. Bahkan, lembaga-lembaga pemerintah yang bergengsi dan memiliki begitu banyak profesional pun juga kelabakan. Banyak organisasi yang merasa bahwa para karyawannya tidak siap.