Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Dalam sebuah proses diskusi performa kerja, seorang anak muda yang menempati posisi administrasi bertanya, “Mengapa saya harus melakukan hal yang berulang dan membosankan seperti ini? Saya ingin berkontribusi pada perusahaan ini, sementara saya merasa apa yang saya lakukan hanyalah hal-hal monoton dan tidak penting seperti ini.”
Atasannya kemudian menjawab, “Apa yang Anda lakukan membuat perusahaan ini dikenal sebagai juara dalam memberikan servis karena kita dapat merespons pelanggan dengan lebih cepat dan tepat berkat kerapian data-data yang kita miliki.”
“Kita dapat mengungguli kompetitor-kompetitor kita. Tim kreatif pun dapat mencuatkan ide-ide baru berkat kumpulan data yang dilakukan oleh tim Anda. Jadi menurut Anda, seberapa pentingnya Anda bagi perusahaan ini?”
Bayangkan betapa berbedanya persepsi antara pemimpin dan bawahannya itu. Yang junior cenderung berfokus pada lingkup pekerjaannya saja, tidak menyadari besarnya peran yang dimilikinya bagi organisasi.
Pada masa awal seorang individu merintis karier, umumnya mereka memang dituntut untuk terampil dalam lingkup pekerjaannya. Mereka harus menguasai banyak sekali keterampilan teknikal untuk dapat berprestasi dalam pekerjaannya.
Namun, semakin berkembang lingkup tanggung jawab yang dimiliki, individu itu perlu memperluas cakrawalanya tidak hanya pada divisi tempatnya berada, tetapi juga bagaimana keterkaitan antara satu divisi dengan divisi lainnya. Bahkan, hubungan organisasinya dengan situasi-situasi eksternal yang sedang terjadi.
Bila sudah jadi pemimpin, ia perlu melihat sejauh mana kesuksesan dan kekurangan perusahaannya di tengah persaingan yang ada. Ia pun harus bisa melihat keunikan yang dimilikinya, bagaimana hal tersebut dapat berperan dalam kompetisi.
Siapa yang bisa diajak berkolaborasi agar perusahaannya dapat semakin unggul? Apa yang sedang dibutuhkan oleh pelanggan? Bagaimana kita dapat menjadi lebih unggul dari kompetitor-kompetitor kita? Apa dampak perubahan situasi poleksosbud ini terhadap perusahaan kita? Bagaimana menjawabnya?
Pemimpin ini perlu “terbang” untuk melihat konstelasi bisnisnya dari perspektif yang lebih luas di tengah pasar. Bayangkan pemimpin yang bersikeras menjalankan apa yang sudah dilakukannya selama ini dan enggan untuk “terbang” sejenak. Ia akan berjalan di tempat, bahkan mungkin suatu saat perusahaannya akan tergilas raksasa yang lebih besar.
Bagaimana dengan pernyataan bahwa pemimpin harus hands on, blusukan, harus bisa turun tangan, dan berada bersama-sama dengan tim kerjanya? Mempunyai pandangan dari kejauhan ini bisa terjadi kapan saja. Tidak perlu waktu khusus.